Sabtu, 25 April 2020

STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA

Nama : Hafif Maarif
Nim : 170110301094

REVIEW

STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA
Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri dari perbedaan-perbedaaan berdasarkan ras, suku, agama, dan lain-lain. Kemajemukan ini yang juga membentuk masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia terbentuk melalui adanya integrasi nasional. Sifat-sifat masyarakat majemuk akan membentuk integrasi sosial. Pluralitas masyarakat yang bersifat multi-dimensional itu akan dan telah menimbulkan persoalan tentang bagaimana masyarakat Indonesia terintegrasi secara horizontal, sementara stratifikasi sosial sebagaimana yang diwujudkan oleh masyarakat Indonesia akan memberi bentuk pada integrasi nasional yang bersifat vertikal (Anon, n.d: 61).
Secara sosiologis sturktur sosial masyarakat Indonesia hampir tidak mengalami perubahan secara signifikan. Struktur sosial masyarakat bergerak sangat lambat dan nyaris tidak berubah. Oleh karena itu, struktur masyarakat Jawa khususnya sejak masa kerajaan sampai sekarang tidak jauh berbeda. Hanya saja Struktur masyarakat sekarang lebih terdiferensi. Pada umumnya ada tiga kelompok struktur sosial, yaitu kelompok masyarakat atas, tengah, dan bawah. Kelompok sosial atas ditempati oleh penguasa tertinggi di kerajaan, yaitu seorang raja dan keluarganya, yaitu bangsawan. Kelompok sosial tengah, yaitu para priyayi yang sebagian menjabat sebagai birokrat kerajaan, sedang kelompok sosial bawah terdiri dari tani dan buruh. Bagaimana hubungan antar kelompok sosial itu tergantung dengan hubungan feodal yang menghubungkan antar mereka. Dalam hubungan sosial yang lebih lanjut tugas kelompok sosial itu dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok Gusti yang mewakili kelompok bangsawan dan priyayi yang disebut sebagai wong gedhe. Di pihak lain ada kelompok wong cilik yang terdiri dari para Tani. Sebagaimana yang lazim berlaku dalam masyarakat feodal, yaitu masyarakat yang perkembangannya sangat tergantung dari dinamika fungsi tanah. Semakin luas tanah yang memiliki dalam bentuk tanah apanage atau lungguh, maka kekayaan dan kekuasaan makin besar. Hal ini tercermin dalam bentuk banyaknya pengikut yang dalam istilah kuno disebut gondhal atau begondhal dan istilah mutakhir adalah kroni. Mereka mirip, prajurit yang mampu melakukan tekanan politik untuk memenangkan perang dengan lawan penguasa. Di tiap lapisan sosial masyarakat itu ada golongan minoritas, yaitu kelompok artisan, pedagang, dan ulama (Wahyuni: 18-9)
Sedangkan menurut van den Berghe struktur social yang terjadi pada masyarakat Indonesia dapat dijelaskan dengan adanya integrasi nasional, dengan sifatnya yang pertama yakni terjadinya segmentasi ke dalam bentuk kelompok-kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan, atau lebih tepat sub-kebudayaan, yang berbeda satu sama lain. Struktur sosial yang terbagi-bagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-komplementer. Kurang berkembangnya konsensus di antara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar. Keempat yakni konflik yang terjadi diantara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain bersifat relatif. Selanjutnya adalah integrasi sosial yang tumbuh diatas paksaan (coercion) dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi. Dan terakhir yakni adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok-kelompok yang lain (Anon, n.d: 61).
Sistem sosial senantiasa terintegrasi di atas dua hal landasan, yaitu (1) tumbuhnya konsensus di antara sebagian besar anggota masyarakat akan nilai-nilai kemasyarakatan yang bersifat fundamental dan (2) berbagai-bagai anggota masyarakat sekaligus menjadi dari berbagai-bagai kesatuan sosial (cross-culture affiliations). Di tengah kemajemukan, masyarakat Indonesia juga menghadapi masalah lain. Masyarakat Indonesia akan rawan terhadap konflik di tengah-tengah kemajukannya akan berbagai sub-kebudayaan. Dalam hal ini, terdapat dua macam tingkatan konflik, yaitu (1) konflik di dalam tingkatnya yang bersifat ideologis dan (2) konflik di dalam tingkatnya yang bersifat politis. Dengan adanya potensi konflik dalam masyarakat majemuk, muncul pendekatan yang didasarkan pada konflik. Menurut pendekatan konflik ini, masyarakat majemuk dapat berintegrasi karena (1) adanya paksaan (coercion) dari suatu kelompok atau kesatuan sosial yang dominan atas kelompok-kelompok atau kesatuan-kesatuan sosial yang lain; dan/atau karena (2) adanya saling ketergantungan di antara berbagai kelompok atau kesatuan sosial dalam bidang ekonomi (Anon, n.d: 63-4).



Referensi : 

Anon, n.d. Struktur Masyarakat Indonesia dalam Masalah Integrasi Nasional dalam Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, pp. 61-87

Wahyuni, "AGAMA DAN PEMBENTUKAN STRUKTUR SOSIAL pertautan agama, budaya dan tradisi sosial", (Jakarta: prenadamedia group, 2018), pp. 18-19

Sabtu, 28 Maret 2020

PENGENALAN DAN TEORI DALAM KAJIAN SEJARAH SOSIAL

Ringkasan Bab 4 Teori-Teori Sosial (Bagian 2)
Pada bab ini memberikan pemaparan mengenai teori-teori soial yang dapat dijadikan rujukan untuk mengamati dan memahami fenomena sosio-historis. Beberapa hal yang dipaparkan antara lain:

Wanita dalam Sistem Sosial
Sejak abad ke-20, salah satu contoh di Laweyan wanita sudah memiliki kedudukan dan peran penting sebagai pengusaha batik. Sementara laki-laki hanya sekedar membantu apabila diperlukan. Hal tersebut berarti wanita tidak lagi sebagai gender ke-dua, melainkan juga sudah memiliki hak dan peran yang sama dalam segala segi kehidupan. Lebih lagi, fenomena peran wanita lebih ke bidang fashion dan tata rias dan modelling. 

Korupsi
Korupsi dianggap sebagai penyakit dalam suatu Negara dan Pemerintahan. Mochtar Lubis mengatakan suatu “Korupsi yang berwajah banyak”. Didalamnya Ia menjelaskan bahwa korupsi tidak hanya dapat terjadi di kalangan birokrasi pemerintahan,tetapi juga dalam organiasasi usaha swasta. Dapat berupa pencurian uang negara/perusahaan atau juga suatu korupsi halus berupa korupsi politik.

Gerakan Sosial
Gerakan sosial di Indonesia menunjukkan beberapa kategori:
Perbanditan sosial
Gerakan protes peraturan yang tidak adil
Gerakan yang bersifat revivalistis
Gerakan bercorak nativistis
Gerakan mesianistis
Gerakan yang dijiwai semangat perang sabil
Protes sosial
Berbeda dengan gerakan sosial yang dalam kegiatannya selain menolak dapat juga menerima, protes sosial lebih kepada kegiatan menolak sesuatu. Dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara kewajiban dan hak yang didapat, khususnya oleh kaum-kaum kecil, seperti buruh dan petani. 

Ringkasan Bab 4 Teori-Teori Sosial (Bagian 2)
Pada bab ini memberikan pemaparan mengenai teori-teori soial yang dapat dijadikan rujukan untuk mengamati dan memahami fenomena sosio-historis.
 Beberapa hal yang dipaparkan antara lain:
Wanita dalam Sistem Sosial
Sejak abad ke-20, salah satu contoh di Laweyan wanita sudah memiliki kedudukan dan peran penting sebagai pengusaha batik. Sementara laki-laki hanya sekedar membantu apabila diperlukan. Hal tersebut berarti wanita tidak lagi sebagai gender ke-dua, melainkan juga sudah memiliki hak dan peran yang sama dalam segala segi kehidupan. Lebih lagi, fenomena peran wanita lebih ke bidang fashion dan tata rias dan modelling.

Korupsi
Korupsi dianggap sebagai penyakit dalam suatu Negara dan Pemerintahan. Mochtar Lubis mengatakan suatu “Korupsi yang berwajah banyak”. Didalamnya Ia menjelaskan bahwa korupsi tidak hanya dapat terjadi di kalangan birokrasi pemerintahan,tetapi juga dalam organiasasi usaha swasta. Dapat berupa pencurian uang negara/perusahaan atau juga suatu korupsi halus berupa korupsi politik.

Gerakan Sosial
Gerakan sosial di Indonesia menunjukkan beberapa kategori:
Perbanditan sosial
Gerakan protes peraturan yang tidak adil
Gerakan yang bersifat revivalistis
Gerakan bercorak nativistis
Gerakan mesianistis
Gerakan yang dijiwai semangat perang sabil
Protes sosial
Berbeda dengan gerakan sosial yang dalam kegiatannya selain menolak dapat juga menerima, protes sosial lebih kepada kegiatan menolak sesuatu. Dapat terjadi karena adanya ketidak seimbangan antara kewajiban dan hak yang didapat, khususnya oleh kaum-kaum kecil, seperti buruh dan petani.